Oleh : Zamid al Zihar
Sumber foto syanu imoedz blog |
Naluri manusia pada dasarnya sama
ingin melakukan sesuatu ke arah kebaikan, akan tetapi apabila tidak dikelola
dengan baik maka naluri hanyalah berorientasi kepada pemuasan nafsu yang
mendorong manusia melakukan sesuatu ke arah lain dari kebaikan. Bahkan manusia
yang berperilaku baikpun terkadang tidak luput dari gangguan nafsu, sehingga
tidak sedikit yang terhasut kepada arah yang berlawanan. Perilaku baik manusia
adalah atas pandainya mengelola naluri sehingga dapat mengendalikan nafsu,
sedangkan perilaku buruk adalah semata perilaku yang dikendalikan oleh nafsu. Nafsu
adalah jiwa yang telah terkontaminasi hasutan setan, sehingga tidak mudah untuk
mengendalikannya kecuali di paksa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
”Allah ta’ala berfirman
kepada jiwa (nafsu) :’Keluarlah kamu!’ Nafsu menjawab : ’Saya tidak (mau)
keluar, kecuali terpaksa (dipaksa).’” (HR. Bukhari).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam
bukunya Madarijus Salikin menjelaskan
bahwa pemuasan nafsu merupakan kesaksian orang-orang bodoh yang membuat mereka
tidak berbeda dengan semua jenis hewan. Di antara jiwa manusia ada yang
menyerupai jiwa hewan, di mana keadaan satu sama lainnya berbeda-beda
tergantung dari perbedaan unsur hewani yang menjadi sifat dan tabiat mereka. Demikian
adanya, sehingga seperti itulah penafsiran Sufyan bin Uyainah terhadap surat Al-An’am (QS 6 : 38) :
“Dan tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu….”
Di antara mereka yang suka mementingkan
diri sendiri tanpa perduli kepada orang lain seperti halnya mereka memiliki
sifat hewan anjing. Sebagaimana anjing, bila menemukan bangkai yang bisa
mengenyangkan seribu anjing, niscaya akan menguasainya dan tidak memberikan kesempatan
kepada anjing-anjing lain untuk mencicipinya dan dia akan menyalak mengusir
anjing-anjing lain apabila ada yang mendekatinya. Ada juga di antara manusia
yang diumpamakan sebagai anjing yakni mereka yang mendustai ayat-ayat Allah
karena mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman-Nya :
”dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir. ” (Al-A’raf, QS 7 :
176)
Di antara mereka yang terlalu setia
dan patuh kepada keinginan orang lain meskipun kenyataannya bertentangan dengan
sesuatu kebaikan seperti halnya mereka memiliki sifat hewan keledai. Mereka
membawa ayat-ayat Allah tapi tidak memahaminya dan tidak mengamalkannya.
Keledai merupakan hewan yang sedikit bicaranya dan paling bodoh. Sifat seperti
keledai memang tidak angkuh, suaranya tidak menggema layaknya orang sombong,
akan tetapi keledai terlalu tunduk sehingga tidak mengetahui arah yang benar
kecuali ada yang mengendalikannya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan :
”Dan sederhanakanlah kamu
dalam berjalan dan lunakanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah
suara keledai.” (Lukman,
QS 31 : 19).
Di antara mereka yang suka
menceritakan keburukan orang lain tanpa memperdulikan dan memandang sisi
kebaikannya seperti halnya mereka memiliki sifat hewan babi. Mereka melewati
barang-barang bagus, tapi tidak menolehnya. Namun jika ada yang membuang
sampah, maka mereka akan menyantapnya dengan lahap. Mereka melihat kebaikan
orang lain, tapi tidak menjaganya atau menceritakannya seperti kenyataannya.
Tapi jika mereka melihat sesuatu yang buruk atau aib, maka mereka akan
menjadikannya sebagai santapan yang lezat. Begitu buruknya babi, sehingga Allah
pun mengharamkan mengkonsumsi baik darah ataupun dagingnya.
Di antara mereka juga ada yang
memiliki sifat seperti burung merak, beruang serta ular atau kalajengking dan
lain sebagainya. Sifat seperti burung merak yang membungkus dirinya dengan
bulu-bulunya yang cantik dan menarik namun di dalamnya tidak ada apa-apa,
misalnya mereka yang suka menebar pesona dengan bersolek dan mempercantik diri
dengan pakaian serta perhiasan yang berlebihan namun sisi lain mereka tidak
menjaga keimanannya. Sifat seperti beruang misalnya mereka yang banyak diam,
tapi diam-diam suka melakukan perbuatan merugikan orang lain dan sangat jahat.
Ada juga yang seperti hewan beracun dan menyengat layaknya ular atau kalajengking.
Sifat yang disebutkan terakhir ini mungkin sifat yang terburuk dalam kehidupan.
Jiwanya bergejolak karena amarah yang didorong rasa dengki dan kesombongan,
serta matanya menyengat seperti ular yang siap menerkam korbannya.
Dijelaskan juga oleh Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah bahwa dari sekian tabiat hewan yang paling terpuji adalah kuda dan
begitu pula kambing, di mana jiwanya paling baik dan tabiatnya paling mulia.
Dikatakannya juga bahwa siapa saja yang mempunyai kemiripan dengan hewan-hewan
ini, maka seakan-akan dia telah mengambil tabiat dan sifat darinya. Jika dia
mengkonsumsi dagingnya, maka kemiripan itu tampak lebih nyata. Oleh karena itu
Allah mengharamkan daging hewan buas, sebab dengan memakan dagingnya bisa
menimbulkan kemiripan dengannya.
Dengan demikian, siapa yang
memiliki sifat-sifat seperti binatang, maka mereka tidak memiliki sifat-sifat
selain kecenderungannya terhadap jiwa yang diselimuti nafsunya, sehingga mereka
tidak mengenal yang selain itu. Itulah barangkali perbedaan-perbedaan sifat
atau karakter yang diilhamkan oleh Allah kepada diri manusia. Namun semuanya
itu bisa dikendalikan dengan cara mengingat dan mengembalikan diri kepada
fitrah-Nya. Jiwa ini rentan terhadap hasutan nafsu, sehingga melindungi diri
dengan dzikir-dzikir sebagaimana yang diajarkan Islam dalam Al-Quran dan
As-Sunnah adalah merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat dianjurkan. *****