Selasa, 14 Agustus 2012

Jiwa Manusia Seperti Hewan

Oleh : Zamid al Zihar
 
Sumber foto syanu imoedz blog
 Jika memperhatikan perilaku individu manusia, maka satu dan lainnya tidaklah sama. Ada yang berperilaku baik dan ada yang berperilaku buruk. Mereka yang berperilaku baik misalnya santun dalam tutur kata, tidak pernah mau terlibat dalam pembicaraan keburukan orang lain, selalu menghargai orang lain dan lain sebagainya. Mereka yang berperilaku buruk misalnya mementingkan diri sendiri tanpa perduli kepada orang lain, setia dan patuh terhadap keinginan orang lain sekalipun bertentangan dengan kebaikan, suka menceritakan keburukan orang lain tanpa memperdulikan kebaikannya, menebar pesona dengan bersolek dan mempercantik diri, pendiam tapi diam-diam suka melakukan perbuatan merugikan orang lain, suka mengumbar amarah meskipun terhadap kesalahan kecil orang lain dan lain sebagainya.

   Naluri manusia pada dasarnya sama ingin melakukan sesuatu ke arah kebaikan, akan tetapi apabila tidak dikelola dengan baik maka naluri hanyalah berorientasi kepada pemuasan nafsu yang mendorong manusia melakukan sesuatu ke arah lain dari kebaikan. Bahkan manusia yang berperilaku baikpun terkadang tidak luput dari gangguan nafsu, sehingga tidak sedikit yang terhasut kepada arah yang berlawanan. Perilaku baik manusia adalah atas pandainya mengelola naluri sehingga dapat mengendalikan nafsu, sedangkan perilaku buruk adalah semata perilaku yang dikendalikan oleh nafsu. Nafsu adalah jiwa yang telah terkontaminasi hasutan setan, sehingga tidak mudah untuk mengendalikannya kecuali di paksa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

”Allah ta’ala berfirman kepada jiwa (nafsu) :’Keluarlah kamu!’ Nafsu menjawab : ’Saya tidak (mau) keluar, kecuali terpaksa (dipaksa).’” (HR. Bukhari).

   Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam bukunya Madarijus Salikin menjelaskan bahwa pemuasan nafsu merupakan kesaksian orang-orang bodoh yang membuat mereka tidak berbeda dengan semua jenis hewan. Di antara jiwa manusia ada yang menyerupai jiwa hewan, di mana keadaan satu sama lainnya berbeda-beda tergantung dari perbedaan unsur hewani yang menjadi sifat dan tabiat mereka. Demikian adanya, sehingga seperti itulah penafsiran Sufyan bin Uyainah  terhadap surat Al-An’am (QS 6 : 38) :

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu….”

   Di antara mereka yang suka mementingkan diri sendiri tanpa perduli kepada orang lain seperti halnya mereka memiliki sifat hewan anjing. Sebagaimana anjing, bila menemukan bangkai yang bisa mengenyangkan seribu anjing, niscaya akan menguasainya dan tidak memberikan kesempatan kepada anjing-anjing lain untuk mencicipinya dan dia akan menyalak mengusir anjing-anjing lain apabila ada yang mendekatinya. Ada juga di antara manusia yang diumpamakan sebagai anjing yakni mereka yang mendustai ayat-ayat Allah karena mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman-Nya :

”dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. ” (Al-A’raf, QS 7 : 176)

   Di antara mereka yang terlalu setia dan patuh kepada keinginan orang lain meskipun kenyataannya bertentangan dengan sesuatu kebaikan seperti halnya mereka memiliki sifat hewan keledai. Mereka membawa ayat-ayat Allah tapi tidak memahaminya dan tidak mengamalkannya. Keledai merupakan hewan yang sedikit bicaranya dan paling bodoh. Sifat seperti keledai memang tidak angkuh, suaranya tidak menggema layaknya orang sombong, akan tetapi keledai terlalu tunduk sehingga tidak mengetahui arah yang benar kecuali ada yang mengendalikannya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan :

”Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Lukman, QS 31 : 19).

   Di antara mereka yang suka menceritakan keburukan orang lain tanpa memperdulikan dan memandang sisi kebaikannya seperti halnya mereka memiliki sifat hewan babi. Mereka melewati barang-barang bagus, tapi tidak menolehnya. Namun jika ada yang membuang sampah, maka mereka akan menyantapnya dengan lahap. Mereka melihat kebaikan orang lain, tapi tidak menjaganya atau menceritakannya seperti kenyataannya. Tapi jika mereka melihat sesuatu yang buruk atau aib, maka mereka akan menjadikannya sebagai santapan yang lezat. Begitu buruknya babi, sehingga Allah pun mengharamkan mengkonsumsi baik darah ataupun dagingnya.

   Di antara mereka juga ada yang memiliki sifat seperti burung merak, beruang serta ular atau kalajengking dan lain sebagainya. Sifat seperti burung merak yang membungkus dirinya dengan bulu-bulunya yang cantik dan menarik namun di dalamnya tidak ada apa-apa, misalnya mereka yang suka menebar pesona dengan bersolek dan mempercantik diri dengan pakaian serta perhiasan yang berlebihan namun sisi lain mereka tidak menjaga keimanannya. Sifat seperti beruang misalnya mereka yang banyak diam, tapi diam-diam suka melakukan perbuatan merugikan orang lain dan sangat jahat. Ada juga yang seperti hewan beracun dan menyengat layaknya ular atau kalajengking. Sifat yang disebutkan terakhir ini mungkin sifat yang terburuk dalam kehidupan. Jiwanya bergejolak karena amarah yang didorong rasa dengki dan kesombongan, serta matanya menyengat seperti ular yang siap menerkam korbannya.  

   Dijelaskan juga oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah bahwa dari sekian tabiat hewan yang paling terpuji adalah kuda dan begitu pula kambing, di mana jiwanya paling baik dan tabiatnya paling mulia. Dikatakannya juga bahwa siapa saja yang mempunyai kemiripan dengan hewan-hewan ini, maka seakan-akan dia telah mengambil tabiat dan sifat darinya. Jika dia mengkonsumsi dagingnya, maka kemiripan itu tampak lebih nyata. Oleh karena itu Allah mengharamkan daging hewan buas, sebab dengan memakan dagingnya bisa menimbulkan kemiripan dengannya.

   Dengan demikian, siapa yang memiliki sifat-sifat seperti binatang, maka mereka tidak memiliki sifat-sifat selain kecenderungannya terhadap jiwa yang diselimuti nafsunya, sehingga mereka tidak mengenal yang selain itu. Itulah barangkali perbedaan-perbedaan sifat atau karakter yang diilhamkan oleh Allah kepada diri manusia. Namun semuanya itu bisa dikendalikan dengan cara mengingat dan mengembalikan diri kepada fitrah-Nya. Jiwa ini rentan terhadap hasutan nafsu, sehingga melindungi diri dengan dzikir-dzikir sebagaimana yang diajarkan Islam dalam Al-Quran dan As-Sunnah adalah merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat dianjurkan. *****